Catatan Kecilku..

Author juniantama ade putra Category

Kepada siapa anda berani mempercayakan sebuah rahasia tentang diri anda yang sangat secret? Apakah kepada seorang sahabat ? Sahabat seperti apa?

Pertanyaan itu membuat saya tersentak karena baru saja saya mendengar semua unek-unek dan hal-hal yang sangat pribadi tentang sahabat baruku ini. Pertemuan itu sangat special, bertemu muka dan saling bercanda, membahas hal-hal rohani, politik dan bisnis. Tiba-tiba beliau bertanya kepada saya lagi: ”Siapa yang rela memberi nyawanya untuk seorang sahabat?”.

“PERSAHABATAN ITU INDAH”. Dulu saya belum tahu apa efek dari sebuah persahabatan itu. Ternyata persahabatan itu bisa meruntuhkan benteng-benteng segala kepentingan agama, ras dan golongan bahkan faham. Pak Ranto menambahkan bahwa Persahabatan bisa menembus segala kemunafikan, namun persahabatan itu ada tingkatan yaitu:

1. Persahabatan yang bermotif,
yaitu persahabatan yang digerakkan oleh sebuah motivasi yang tersembunyi dan sulit untuk diterka. Persahabatan seperti ini tidak berumur panjang sebab jika motivasinya sudah tercapai maka persahabatan itu bubar, diakhiri dengan kekecewaan. Banyak orang merelakan faham dan agamanya dikhianati karena motivasi uang, bahkan ada yang sangat berpura-pura baik seakan-akan bagaikan seorang NABI, tetapi tujuan akhir persahabatannya adalah “PENGKHIANATAN”. “kita sering sekali terjebak dalam kesulitan yang luar biasa karena tertipu oleh topeng para sahabat yang palsu ini”, Kita sering sekali dikhianati, bahkan priuk nasi kita dibocorkan di media online, tragis sekali. Contohnya, seseorang yang memiliki posisi sebagai “Pemuka Agama, sebut saja pendeta, datang mencari kerja tambahan di kantor saya, seperti free lance begitu, ternyata sekian lamanya tidak membuahkan hasil, lalu dia menagih upahnya selayaknya seorang karyawan upahan. Kawan ini menceritakan peristiwa itu kepada semua orang, dia menagihnya melalui tulisan di situs internet, tidak bicara ke saya, pada hal setiap kami bertemu selalu saya titipkan sesuatu kepada putra-putrinya. Persahabatan yang konyol, membuat saya trauma dengan orang yang penampilannya baik dan manis, tetapi memiliki motivasi terselubung.

2. Persahabatan yang bersyarat,
yaitu persahabatan yang selalu menuntut imbalan dari apa yang pernah diberikan. Persahabatan ini juga tidak langgeng karena sangat sulit memenuhi semua keinginan orang lain yang tak ada batasnya. Katanya “Kalau kita memberi hati, dia minta jantung”, wah saudara-saudara, sungguh pengetahuan saya bertambah malam ini. Saya tahu dari banyak peristiwa yang dialami oleh beliau, patut kita belajar dari sisi ini. Saya hanya bisa berterima kasih kepada Pak Ranto, semoga pertemuan kita ini memiliki motivasi yang tulus. Bagi saya sangat bermanfaat pertemuan ini, sekalipun sudah larut malam, namun persahabatan ini sangat berarti Semoga saya tidak meminta imbalan dari sebuah kepercayaan bapak, yang berani bercerita panjang lebar kepada saya. Tambahnya “persahabatan nomor dua ini, sering saya sebut sebagai ……persahabatan jikalau…..artinya persahabata jikalau, contohnya jika anda baik, maka saya juga baik, jika anda begini, maka saya juga begini, jika anda sayang aku juga sayang …. dan seterusnya”. Saya terkagum-kagum untuk sebuah petuah ini, saya bangga padanya, semoga panjang umur.

3. Persahabatan yang murni dan sejati,
yaitu persahabatan tanpa motif dan tanpa syarat. Katanya, “Persahabatan ini saya sering sebut persahabatan walaupun” artinya “walaupun engkau tidak setia, namun kau tetap sahabatku, …. walaupun engkau mengkhianati persahabatan kita karena uang, atau karena politik ataupun karena apapun yang ada di dunia ini, engkau tetap sahabatku”. Saudara, saya terpukau, sejenak aku terpaku dikursi “cafetaria tua itu” seakan-akan saya baru melihat dunia yang sesungguhnya, karena saya tahu siapa diri saya sekarang, seorang sahabat yang setia, semoga aku tidak mengkhianati persahabatan yang baru saja kami mulai malam ini.

Lalu, bagaimana menjawab pertanyaan di atas? kepada siapa kita bisa mempercayakan sesuatu yang berharga dalam diri kita, yaitu hal yang sangat rahasia (secreat) banget? Siapa yang rela mati demi seorang sahabatnya? Siapa yang rela memberi diri kepada mereka yang yang papah/miskin, kepada mereka yang cacat, kepada mereka yang berpenakit menular? Siapa DIA yang rela mati demi keselamatan orang yang sepatutnya dihukum mati karena berbuat jahat? Mungkinkah kita seorang sahabat yang jahat? Kita tidak menghargai bantuan orang dimasa lalu, kita mengkhianti mereka yang sangat percaya kepada kita, oh …. luar biasa, ada dorongan pertobatan rasanya dari pembicaraan yang penuh kharisma ini. Pantas saja anda di puja dan kadang dibenci, kadang disanjung tetapi masih ada juga yang mencaci.

sedikit goresan pena yang lama tersimpan..!!! ( part 4 )

Author juniantama ade putra Category

It is love or not??
Ada banyak sekali alasan. Salah satunya adalah karena dalam proses pra-hubungan dan inisiasi hubungan romansa, cinta sama sekali tidak memegang peranan apapun. Apapun perasaan yang timbul dalam tubuh kamu itu ditimbulkan oleh gejolak biologis (hormon) dan psikologis (impian, ekspektasi). Bahkan bila kamu sudah menjalani hubungan di bulan kedua dan ketiga pun, rasa kelekatan (attachment) yang kalian rasain itu masih berbentuk candu bio-psikis.

Harapan dan kehausan akan cinta seringkali menjadi faktor penghambat, batu sandungan ketika kamu mendekati lawan jenis yang disukai. Ada banyak sekali things about Love you need to UNLEARN, tapi saya tidak akan menjelaskannya disini cos itu hanya dibagikan eksklusif dalam live trainings. Tetapi saya akan sedikit berbagi analogi menarik ini..


Apakah telapak tanganmu berkeringat, hatimu berdebar kencang dan suaramu tercekat di dadamu? Itu bukan Cinta, itu NGAREP.

Apakah kamu merasa terdorong untuk tidak melepaskan pandangan atau mata darinya setiap saat? Itu bukan Cinta, itu NAFSU.

Apakah kamu menginginkannya karena kamu tahu ia ada di sana dan bersama-samanya pasti terasa menyenangkan? Itu bukan Cinta, itu KESEPIAN.

Apakah kamu mencintainya karena itu yang diajarkan semua orang yang kamu kenal? Itu bukan Cinta, itu LOYALITAS.

Apakah kamu tetap tinggal untuk pengakuan cintanya karena kamu tidak ingin melukai hatinya? Itu bukan Cinta, itu BELAS KASIHAN.

Apakah kamu ada disana karena dia mencium atau memegang tanganmu? Itu bukan Cinta, itu KURANG PEDE.

Apakah kamu menjadi miliknya karena pandangan matanya membuat hatimu melompat? Itu bukan Cinta, itu TERGILA-GILA.

Apakah kamu memaafkan kesalahannya karena kamu memperdulikannya? Itu bukan Cinta, itu PERSAHABATAN.

Apakah kamu mengatakan padanya bahwa setiap hari hanya dia yang kamu pikirkan? Itu bukan Cinta, itu DUSTA.

Apakah kamu rela memberikan seluruh hal yang kamu senangi untuk kepentingan dirinya? Itu bukan Cinta, itu KEMURAHAN HATI.

Jadi cinta itu apa?

sedikit goresan pena yang lama tersimpan..!!! ( part 3 )

Author juniantama ade putra Category

Film, sinetron, iklan, dan semacamnya, telah mendidik kita secara salah tentang cinta: seolah cinta cuma persoalan “mendesain” romantisme, dan mencintai cukup dengan menyerahkan sekuntum bunga. Beuh, anak kecil juga bisa!

Lebih konyol lagi, cinta juga seolah hanya urusan mendapatkan sesuatu. Lihatlah hari valentin, saat ketika cinta dikerucutkan menjadi sekadar romantisme, momen ketika kamu berharap dan mendapat sesuatu: seikat mawar merah, atau jika cukup mujur (ditaksir orang tajir) dapat sebuah cincin berlian. Atau bagi para cowok, ini mungkin saat, di mana pada akhirnya kamu “diizinkan” untuk menyentuh bibirnya, dengan bibirmu. Dan kalian pun berteriak dengan bangga ke ujung cakrawala… “Hei… lihatlah, kami sedang jatuh cinta!”

Tapi benarkan cinta sesederhana itu? Hanya sekadar demam warna pink, cuma persoalan mendapatkan dan mendapatkan? Rasanya kok nggak juga ya… Cinta bukan melulu persoalan kenyamanan, keindahan, romantisme, atau bahkan terpenuhinya segala hasrat. Cinta justru persoalan memberi, tanpa syarat! Mari menghitung, berapa gelintirlah manusia yang benar-benar mengerti cinta jenis ini (tentu saja selain para orang tua yang dengan tulus menyayangi anak-anaknya.)

Egosentris. Copernicus salah, apalagi Ptolomeus! Bumi bukan mengelilingi matahari, tetapi matahari, bumi, dan segenap benda-benda kosmos, beredar mengelilingi kamu. Kamulah pusat dari segala. Yang penting buat kamu cuma hal yang bisa membuat kamu merasa lebih besar, lebih baik, lebih berarti, lebih “lengkap”.

Padahal, jika kamu berani mengaku sedang mencintai, maka gerakkanlah seluruh makro dan mikro kosmos untuk mengelilingi dia. Perkara dia sempurna atau tidak, memenuhi kriteriamu atau tidak, wujud dari fantasimu atau tidak, itu soal nanti. Cukup karena dia adalah dia!

Hal yang membuat kamu terlihat sungguh-sungguh indah adalah, ketika kamu bisa menjadi diri kamu yang sesungguhnya, ketika hal-hal yang paling natural, yang paling apa adanya dalam dirimu, kamu biarkan keluar, terlihat dalam terang. Nggak seperti selama ini, sesuatu yang kamu banget itu, justru berusaha ditutupi sekuat tenaga, dengan kosmetik, fesyen, les kepribadian dan sebagainya. Kamu menjadi orang lain: and then, you’re just another woman, or an ordinary man or even worse than that. Nothing is special enough worth a true love.

Kegilaan, kekonyolan, ketidaksempurnaan, pokoke berbagai “kekurangan” dalam dirimu, selama ini menumpuk di dalam sana, terbungkus rapi. Padahal jika berani membiarkannya keluar, itulah pesona kamu yang sesungguhnya, yang tak akan bisa didapatkan pada diri siapapun.

Defenisi keindahan, telah “diseragamkan” oleh iklan dan gemerlap pemasaran produk-produk konsumerisme. Kulit putih, rambut legam tergerai ringan dan enak jatuhnya, tubuh langsing, bahkan, maaf ni ye, bokong berisi dan payudara kencang. Pokoknya hal-hal fisikal semacam itu. Hal-hal yang hanya akan memesona lelaki untuk menikmati, bukan untuk mencintai. Hal-hal yang memosisikan diri kamu sebagai objek!

“Topeng-topeng kecantikan” yang mengkilap itu, didesain untuk memenuhi fantasi kolektif manusia tentang “kesempurnaan kecantikan”. Padahal itu sama sekali ngga cantik. Sekali lagi, ngga cantik!

Kita sudah sekian lama menjadi korban dari kelihaian penjual kecantikan yang seragam dan pasaran banget itu. Kita berburu kebahagiaan-kebahagiaan buatan, yang dalam hitungan hari akan menghempaskan kita pada realita yang menyesakkkan.

Menjadi diri sendiri, berarti kesiapan untuk mengalami segalanya. Kita harus merasakan tidak saja keindahan dan kebahagiaan, tetapi juga kepedihan dan kesendirianan. Dan jika kamu sudah memutuskan untuk mencintai seseorang, maka rubuhkanlah segala sekat antara kalian berdua, biar dia bisa datang, dengan segala yang ada padanya. Kamu membuka diri, tidak cuma untuk mendapat dekapan dan ciumannya, tetapi juga menampung ketakutan dan kepedihannya. Itu deal-nya.

Masak kamu mau dapat satu darinya, tapi menolak hal lainnya. Mau mukanya yang baby face, tapi ogah sama sifat childish-nya. Mau kokohnya dekapan dan dada bidangnya, namun gx terima kebiasaannya nongkrong dengan genk-nya? Menerima seseorang itu, harus sistem paket!

Bisa aja sih milih-milih, tapi maaf, itu pasti bukan cinta, tapi cuma hubungan dengan syarat-syarat tertentu, dan akan berakhir begitu syarat-syarat itu tak bisa dipenuhi.

Sebagian orang akan berusaha mencari cinta, memagut yang satu, melepas yang lain, mengejar si Y, memutuskan si X. Seperti burung yang sejenak bercinta di dahan cemara, untuk kemudian terbang ke belahan langit yang berbeda. Sampai kapan, Bos? Nanti sayapmu keburu patah, dan akhirnya mendarat dengan keras di kubangan kerbau. Bercinta dengan kerbau? Cape deh…

Seseorang yang berkelana mencari cinta di banyak tempat, hanya akan menemui kekosongan dan kekosongan.

Cobalah mencintai seseorang, bukan sekadar mengharap kamu akan mendapat sesuatu dari dirinya. Cintailah dia karena dia. Bukan sekadar karena bening matanya menenggelamkanmu dalam samudera rasa tak terperikan, apalagi cuma karena bau tubuhnya membangkitkan saraf-saraf birahimu. Tetapi dengan penerimaan pada kompleksitas dan kerumitan dirinya, pada kekurangan dan ketidaksempurnaannya.

Mencintai berarti bersedia tenggelam pada kedalaman diri seseorang, termasuk berdamai dengan masa lalunya, mendukung pilihan masa depannya. Karena di bawah sana, pada kegelapan dan ketakutannya, pada kelemahan dan ketidakpastian hidupnya, kamu mungkin akan menemukan dirimu sendiri.

Itu sebuah tempat yang jauh di seberang hasrat, nun di luar cuaca, melayang meninggalkan derita, dan lupa, kapan bahagia itu ada.

sedikit goresan pena yang lama tersimpan..!!! ( part 2 )

Author juniantama ade putra Category

Akhirnya waktu bisa sedikit membalut lukaku… Tapi aku bersyukur saat ini aku sudah mulai ikhlas untuk menerima kenyataan yang sempat membuatku kehilangan arah…Jikalau ternyata kebahagiaannya bukan bersamaku, akan kurelakan dia memilih jalannya sendiri tanpa aku dan akan aku doakan semoga kebahagian senantiasa bersamanya….Mungkin memang dia belum menjdai yang terbaik untukku…

Sebenarnya apa yang aku cari ya, dulu aku mencoba mencari sosok dirinya dalam diri orang lain dan ternyata aku sadar itu hanya pelarian belaka… Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan yang tidak mungkin untuk dibanding-bandingkan…Aku hanya ingin seseorang yang bisa menghargai, bisa menjaga kepercayaan dan kesetiaan, mampu menepati janjinya dan setiap perkataannya bisa dipegang dan dibuktikan, juga seseorang yang bisa membuat kita merasa berarti dan dibutuhkan… Betapa beruntungnya yang telah menemukan wanita seperti itu…Lalu aku sendiri sudah menemukan wanita seperti itu belum ya?? Semoga bukan pelarian….Kalau aku bilang sudah, mungkin aku membohongi diriku sendiri, yah semoga aku juga dapat menemukannya…

Cinta, kau bisa membuat orang berbunga-bunga, bisa membuat orang kehilangan arah, tapi juga bisa membalut luka karena cinta di masa lalu dan membuat kita mampu menatap masa depan dengan senyuman…

sedikit goresan pena yang lama tersimpan..!!! ( part 1 )

Author juniantama ade putra Category

sebagian orang berkata bahwa coretanku ini teoritis,Tapi bagi sebagian orang ini adalah kata-kata romantis.


Cinta mungkin tidak akan berlangsung selamanya, tapi ia akan bertahan. Bertahan begitu lama dan kuat, hingga kita tahu bahwa dia mengkhianati cinta kita.

Banyak kepedihan yang tersimpan dalam kisah kisah cinta sejati.

Cinta menimbulkan kepedihan.
Cinta menyembuhkan kepedihan.
Dan, cinta itu adalah kepedihan.
Di mana ada cinta, maka kepedihan tak pernah jauh darinya.

Cinta akan memenuhi hati kita,
menghancurkan hati kita, dan
menyembuhkan hati kita yang terluka.

Kisah cinta tidak ada akhir yang membahagiakan, sebab cepat atau lambat cinta itu tetap abadi hingga salah satu pihak akan berpulang lebih dulu, meninggalkan orang lainnya dalam kepedihan dan dukacita.

Cinta itu buta dan cinta dapat membukakan mata.

Cinta tak pernah merupakan akhir, namun selalu ada kelanjutannya, atau harapan bagi yang menjalaninya. Setiap kisah cinta tak akan pernah berakhir bahagia, cepat atau lambat. Kalau kau memusatkan perhatian untuk memberikan cinta, tugasmu akan terasa lebih kecil namun hasilnya besar. Kalau kau memusatkan perhatian untuk mendapatkan cinta, tugasmu akan terasa lebih besar namun hasilnya kecil.

Kita akan tetap saling mencintai apabila kita dapat menerima setiap perubahan.

Hal yang tersedih adalah apabila orang yang mendatangi kita pergi berjalan menjauh, dan perasaan kita bertambah sedih seiring banyaknya langkah kaki saat ia meninggalkan kita. Hanya seorang pecundang yang tidak berani mengungkapkan perasaan cintanya kepada orang yang dicintai. Mengingat cinta dimasa lalu hanya menambah kita menderita kepedihan hati, dan akan berhenti hingga kita berhenti mengingat masa lalu menjadikannya pengalaman berharga, dan menemukan cinta sejati.

Aku adalah seorang yang telah kehilangan sinarnya, kini hatiku gelap tapi aku terus berusaha mencari sinar yang akan menerangi hatiku kembali. Aku hanya duduk termenung menanyakan kedalam hati tentang sinar yang datang dan menerangi hatiku walaupun samar-samar.

Nasionalisme adalah Roh Suatu Bangsa

Author juniantama ade putra Category


Nasionalisme merupakan roh suatu bangsa, jadi apabila ia memudar dan pada akhirnya nanti hilang maka bangsa itu akan mati. Demikian juga ikatan solidaritas sosial, jika memudar, maka yg terjadi adalah kekacauan sosial atau pertikaian sesama anak bangsa.

Agar bangsa ini tidak mati serta hidup rukun, perlu meningkatkan kesadaran cinta tanah air, persatuan dan kesatuan serta mendorong kebanggaan sbg bangsa Indonesia yg sangat berpotensi menjadi bangsa besar, bermartabat, damai dan sejahtera. Hal tersebut sangat tergantung kepada bangsa Indonesia, karena maju mundurnya suatu bangsa bukan karena orang lain melainkan oleh bangsa itu sendiri.

MASIH ADAKAH RUANG PUBLIK DI NEGERI INI?

Author juniantama ade putra Category

Konsep tentang ‘ruang publik’ dimunculkan oleh Habermas (1962) yang merujuk kepada sebuah ruang yang menyediakan kebebasan dan keterbukaan berpendapat. Akses untuk ke ruang publik semestinya tanpa biaya, dan menjamin kebebasan untuk berkumpul dan/atau menyatakan pendapat. Karena itu dalam sebuah ruang publik harus bebas dari diskriminasi agar dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.

Di masa pemerintahan Orde Baru (Soeharto) dan Orde Lama (Soekarno), negara yang mestinya menyediakan ruang publik ternyata tidak melakukan kewajibannya. Negara memiliki otoritas terhadap publik sehingga ruang publik pun nyaris tak ada.

Pasca reformasi, atas nama kebebasan dan demokrasi maka kita membayangkan sebuah ruang publik sebagai medan pertarungan ideology dan opini melalui mekanisme simbol dan bahasa, agar pandangan masyarakat yang terbaik dapat terbentuk. Namun keberadaan technology yang datang bersama media masa seperti TV dan internet, menjadikan posisi ruang publik bukan lagi tempat untuk memperoleh solusi terbaik, karena ruang publik malah justru menjadi ruang indoktrinisasi politik dari hegemoni kelompok yang memegang kendali terhadap media tersebut.

Ternyata kita memang tidak dapat melepaskan diri dari hegemoni kekuasaan serta hegemoni kapital (yang saat ini semakin mantap untuk mengubah ruang publik dari tempat diskusi bebas menjadi ruang iklan komersial yang mampu membeli hegemoni politik).

Ruang publik saat ini telah berubah menjadi wilayah konsumsi masa yang dijajah oleh komersialisasi perusahaan raksasa dan kaum elite politik dominan. Maka yang terjadi saat ini adalah ruang publik yang tidak ada publik di dalamnya. Opini publik muncul dalam pemberitaan sekarang bukanlah lagi milik publik karena dengan mudah dapat direkayasa para elite media, politik, maupun ekonomi.

Lalu, pernahkah rakyat bangsa ini merdeka dengan ruang publiknya? Benarkah rakyat selalu dan selamanya dijajah oleh para elite sehingga tidak pernah punya ruang publik? Jangan-jangan hegemoni elite ekonomi & politik diruang publik saat ini sudah menjelma jadi penampakan sebuah penjajahan baru yang nyaris sempurna, sehingga kita menikmatinya tanpa rasa gundah.

COLLECTIVISM vs INDIVIDUALISM

Author juniantama ade putra Category

UUD 45 Antidemokrasi ?

Paham ’kolektivisme (gotongroyong)’ versus paham ’individualisme

Akhir-akhir ini terjadi perdebatan pro dan kontra kembali ke UUD 1945 yang asli yang disahkan oleh sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Undang-undang dasar sangat penting bagi eksistensi suatu bangsa, lebih tepatnya bagi eksistensi suatu negara dari suatu bangsa. Maka persoalan UUD 1945 Republik Indonesia, baik yang asli maupun yang telah diamandemen 4 kali, adalah masalah penting bagi kita bangsa Indonesia. Presiden SBY sendiri telah memberikan pandangannya mengenai tuntutan kembali ke UUD 45 yang asli. Kita menyambut baik semua pikiran dan pendapat yang diajukan secara terbuka melalui berbagai media, sebagai tanda kepedulian kita semua terhadap undang-undang dasar negara Republik Indonesia.

Seperti halnya semua UUD di semua negara, UUD 45 pun
tentu tidak sempurna. Perlu dilakukan amandemen terus menerus sesuai dengan perkembangan jaman. Empat kali amandemen UUD 45 kita telah menyempurnakan sebagian isi undang-undang dasar tersebut, seperti : negara Indonesia adalah negara hukum. (Bab I, pasal 1 ayat 3); seorang presiden yang sama hanya boleh menjabat 2 kali masa jabatan (Bab III, pasal 7 ); anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN (Bab XIII, pasal 31, ayat 4), dsbnya.

Disamping penyempurnaan, amandemen juga mengubah sistem pemilihan kekuasaan eksekutif dari ”sistem demokrasi perwakilan” yang selama ini kita anut menjadi ”sistem demokrasi langsung”. Kepala kekuasaan eksekutif seperti presiden, gubenur, bupati tidak lagi dipilih oleh wakil-wakil rakyat melalui MPR, DPRD tingkat I, DPRD tingkat II, tetapi dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu presiden, gubenur dan bupati. Perubahan sistem pemilihan kekuasaan eksekutif dari pusat sampai ke daerah ini pada hakekatnya telah melanggar salah satu sila dasar negara kita - Panca Sila dan Pembukaaan UUD 45 itu sendiri. Padahal, semua fraksi DPR yang melakukan perubahan tersebut sepakat untuk tetap menjadikan Panca Sila sebagai dasar negara dan juga sepakat untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 45. Bukankah kejadian ini merupakan suatu keanehan ? Persetujuan atas Panca Sila sebagai dasar negara dan Pembukaan UUD 45 tidak bisa lain harus menyetujui sistem demokrasi ”perwakilan rakyat, musyawarah dan mufakat” (Panca Sila 1 Juni 1945) dan prinsip ”kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” (Pembukaaan UUD 45). Apakah gejala ini bukan suatu sikap tidak terpuji lain kata, lain perbuatan ?

Satu pendapat mengatakan bahwa kelemahan mendasar UUD 45 yang asli terletak pada paham integralistik dengan penjelasan ” eksistensi institusi MPR ini yang dikatakan merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia dan karena itu memegang dan menjalankan sepenuhnya kedaulatan rakyat sehingga memiliki kekuasaan tertinggi. Ketika MPR terbentuk, rakyat tak lagi memiliki kedaulatan sebab telah habis diserahkan kepada MPR dalam bentuk pemberian suara pada pemilu. Dengan dipilihnya Presiden oleh MPR, kedaulatan rakyat habis dipegang dan dijalankan oleh Presiden. Konsekuensinya Presiden memiliki kewenangan yang luas dan tak terbatas. ( Kembali ke UUD 45, Anti Demokrasi, Kompas, 10 Juli 2006).

Benarkah menurut UUD 45 presiden memiliki kewenangan yang luas dan tak terbatas ?.Apakah bukan presiden yang dipilih langsung oleh rakyat yang memiliki kekuasaan yang tak terbatas dan tak bisa dikontrol ?Untuk memahami hal ini baiklah kita bandingkan bagaimana perbedaan UUD 45 yang asli dengan UUD 45 Amandemen dalam menetapkan kekuasaan eksekutif dari pusat hingga daerah.

Menurut UUD 45 yang asli :

• MPR terdiri dari anggota-anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat- yang dipilih oleh rakyat, ditambah dengan utusan-utusan daerah, golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.

• MPR menetapkan Undang-undang dasar dan garis-garis besar haluan negara;

• MPR memilih presiden dan wakil presiden.

Pemilihan presiden oleh MPR merupakan pelaksanaan sila demokrasi perwakilan rakyat, musyawarah dan mufakat dari dasar negara Panca Sila dan pelaksanaan Pembukaan UUD 45 “Kerayatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam Permusyawaratan /Perwakilan”. Sebelum memilih presiden, MPR harus menetapkan GBHN yang harus dilaksanakan oleh presiden terpilih. Dengan demikian, selain berpegang kepada undang-undang dasar, kekuasaan presiden sebagai kepala kekuasasan eksekutif, juga dibatasi oleh GBHN. Bila menyeleweng dari UUD 45 dan GBHN, presiden dapat dikontrol dan ditegur, bahkan diberhentikan oleh MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat.

Menurut UUD 45 Amandemen :

• Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.

Disini rakyat digiring untuk memilih seorang presiden dan setelah menang, presiden tersebut hanya dibatasi oleh undang-undang dasar yang bersifat umum. Tidak ada lagi GBHN yang merupakan tujuan dan strategi bangsa selama 5 tahun. Dalam sistem ini, seorang presiden berhak menentukan kebijakan negara selama 5 tahun sesuai penafsirannya sendiri terhadap undang-undang dasar. Bila seorang presiden memanipulasi penyewengan kekuasaan yang diembannya, amat sulit menarik kembali mandat rakyat yang telah diberikan kepadanya seorang dan akan terjadi perdebatan berkepanjangan sampai masa jabatannya berakhir.

Dari kedua sistem pemilihan presiden ini, dapat dilihat dengan jelas bahwa sistem pemilihan presiden secara langsung hasil amandemenlah yang cenderung memberikan “kewewenangan yang luas dan tak terbatas kepada seorang presiden. Maka amandemen tentang sistem pemilihan kekuasaan eksekutif dari pusat sampai ke daerah ini merupakan kemunduran dalam sistem ketatanegaraan kita.

Negara Indonesia adalah insitusi bersama yang mengayomi seluruh kepentingan bangsa Indonesia. Maka pemerintah Indonesia sebagai pengelola negara Indonesia tentu juga harus mengayomi seluruh kepentingan bangsa Indonesia. Di jaman kapitalisme sekarang ini, kapital, apakah itu kapital global ataupun kapital nasional berusaha mempengaruhi kekuasaan negara agar dapat menguntungkan kepentingan mereka. Ini terjadi dimana-mana. Kita tahu bahwa adalah watak dari kapital yang selalu mencari untung tanpa mempedulikan kepentingan rakyat maupun lingkungan hidup. Pembatasan pengaruh buruk kapital pada negara hanya dapat dilakukan oleh masyarakat/rakyat yang terorganisasi.

Dewasa ini kapital global sangat gencar mengkampanyekan ideologi neo-liberal. Mereka mengusung pemilihan langsung kekuasaan eksekutif sebagai senjata ampuh dalam menghadapi kekuatan masyarakat/rakyat yang terorganisasi. Kaum neo-liberal merasa mendapat hambatan bila suatu negara menganut sistem pembentukan kekuasaan eksekutif melalui demokrasi perwakilan, karena mereka harus mempengaruhi banyak wakil-wakil rakyat yang tentu tidak semuanya akan dapat mereka pengaruhi. Maka dengan mempropagandakan sistem pemilihan langsung bagi pembentukan kekuasaan eksekutif, mereka dapat menceraiberaikan kekuatan masyarakat yang terorganisasi menjadi individu-individu yang terpisah satu sama lain bagaikan butiran-butiran pasir yang terceraiberai. Bersamaan dengan itu, kaum neo-liberal mengecam sistem pemilihan kekuasaan eksekutif Indonesia yang melalui MPR sebagai ”permainan elite politik”. Pemilihan presiden secara langsung, sama saja menyuruh rakyat memilih seorang diktatur, karena setelah sang calon menang dalam pemilu, maka ia akan menjalankan programnya sendiri. Hal ini berbeda dengan sistem pemilihan tidak langsung, dimana MPR kita yang terdiri dari wakil-wakil rakyat yang berjumlah ratusan itu, pertama-tama mendiskusikan dan menyusun GBHN, kemudian memilih presiden yang bertanggungjawab melaksanakan GBHN tersebut. Dengan mudah dadpat dilihat manakah yang lebih demokratis : rakyat menyerahkan kekuasaannya kepada satu orang atau kepada ratusan wakil-wakilnya ?

Disamping menghancurkan sistem pemilihan tidak langsung kita, kaum neo-liberal juga mencoba menguasai rakyat dengan semacam organisasi yang sangat tergantung kepada individu, yaitu LSM. Maka dalam suatu masa menentang sistem otoritarian Orde Baru, kaum neo-liberal memberikan banyak bantuan bagi sejumlah LSM yang katanya untuk membantu melahirkan sistem demokrasi di Indonesia. Yang sebenarnya adalah kaum neo-liberal menggunakan kesempatan dimana rakyat Indonesia sedang menentang otoritarianisme Orde Baru, melancarkan liberalisasi sistem politik dan ekonomi Indonesia. Tak percaya ? Pelajarilah dengan seksama Letter of Intent yang ditandatangani antara IMF kepada Pemerintah Orde Baru, Januari 1998 ! Sayangnya sementara kaum intelektual kita tidak bisa membedakan antara ”demokratisasi” dengan ”liberalisasi”.!

Pertarungan antara kedua sistem pemilihan kekuasaan eksekutif ini merupakan pertarungan antara ’ideologi individualisme’ dengan ’ideologi kolektivisme’ alias gotongroyong. Tergantung kita, dimanakah kita akan berpijak. Sebagai suatu bangsa, kita tentu menginginkan bangsa Indonesia berhasil mencapai cita-citanya membangun masyarakat yang adil dan makmur. Dan tujuan itu hanya dapat dicapai bila kedaulatan rakyat berada ditangan wakil-wakil rakyat, bukan ditangan seorang individu !

Marilah kita mengambil sikap menuntut agar dilakukan amandemen kembali terhadap ”UUD 45 Amandemen”. Apanya yang perlu diamandemen kembali ? Yaitu : kembali kepada sistem demokrasi perwakilan sesuai dengan Panca Sila dan Pembukaaan UUD 45 itu sendiri. Hanya dengan sistem pemilihan kekuasaan eksekutif melalui perwakilanlah rakyat dapat mengontrol pemerintah agar tidak menjadi kapital global seperti sekarang ini. Hanya rakyat Indonesia yang terorganisasi dengan baik melalui sistem demokrasi perwakilanlah yang akan mampu mengembalikan kedaulatan negara ketangan rakyat Indonesia !

Antara Kegagalan, kegamangan dan Harapan ParPol Berbasis Islam

Author juniantama ade putra Category

Setelah bangkti kembali dari tidurnya selama setengah abad, kinerja partai berbasis islam ternyata belum banyak berubah.mereka masih banyak mengandalkan basis normative kewajiban syraiah dan jumlah nominal pemilih muslim. Dengan demikian tampa reformasi pemahaman terhadap pola perilaku pemilih muslim tersebut bisa diduga berakibat partai berbasis islam akan kembali gagal menjadi mayaroritas

Disisi lain masa muslim cenderung tidak menjadikan pilihan politik sebagai pilihan keagamaan, tatapi sebagai ekpresi petemanan selain pola hubunan kliental.bagian terbesar dri masa islam adalah buruh dan petani, jauh lebih berteman dengan elite local diluar refrensional keagamaan daripada elite partai.hal ini mengapa imbauan MUI agar memilih partai berbasis islam tidak di gubris. Umat memilih jalan tengah, memilih elite yang mampu, bagi mereka keislaman pemimpin adalah bonus track.

Sebenarnya hubungan kliental atau petemanan bisa menjadi dasar strategi bagi parpol islam , namun diperlukan infrast politik yaitu gerakan danrkutur dan suprastruktur organsiasi yang kuat. Persoalanya berbagai kegiatan social dawkah dijadikan pendekatan cultural sebagai dasar startegi disatu pihak dan syariah sebagai paradigm dipihak lain. Dengan demikian pola gerakan dakwah bisa mengembangkan pola hubungan perkoncoan dengan masa umat.

Secara social kultur,sebenarnya pilihan politik umat tidak selalu karena rendahnya komitmen keagamaan. Bagi kebanyakan masyarakat , pusat kehidupan mereka bukan pada keagamaan formal, melainkan dunia spritual , sebagai akibat belitan kehidupan yang semakin sulit. Karena itu tradisi yang berafiliasi dengan ritual budaya berbasis agama seperti,selamatan tahlilan kenduri lebih penting dari ritual formalistis.

Gerakan islam gagal menjadikan umat islam nyaman di rumahnya sendiri. Gerakan dakwah lainya bersifat dokrinal normative lebih banyak bicara salah benar, neraka syurga dengan membuat batas yang tegas antara tradisi, seni rakyat dengan hukum syrariah.

Dalam sejarah, Sarekat Islam pimpinan Hos Cokro mampu menjadikan sosio culture dan dimensi syariah menyatu sebagai gerakan perlawanan identitas.PNI dan PKI berhasil menjadikan tradisi agama dan seni rakyat sebagai pola hubungan clienan mereka,sehingga partai itu menjadi identik dengan semangat kelas.Di pemilu 1999, ada 150 partai berdiri meski hanya 49 yang ikut serta, dan mayoritas adalah politik aliran dan keagamaan namun, PDIP keluar sebagau pemenang karena mereka mampu mengakomdasi tradisi agama, semangat perubahan dan rumah bagi semua golongan, bagaimana dengan partai bebrbasis agama, PAN, PKB dan PPP hanya mampu dipapan menengah.

Sementara khutbah dan dakwah selalu meneriakan ancaman atas tradisi agama dan seni rakyat yang di anggap sebagai dosa dan acaman akidah .disi lain, Tampa berusaha menjadi problem solving bagi kesulitan kesulitan social ekonomi, yang menjadi sebab munculnya tradisi keagamaan dan seni rakyat.
Disini letak kegamangan pilihan politik umat, disatu sisi ada hukum syariah disatu sisi harus
mengimplemtasikan prinsip prinsip demokrasi .dua pemilu 2004 dan 2009 memberi kenyataan pahit bagi gagalnya partai berbasis islam dalam menghadapi kompetisi demokrasi yang semakin bebas dan transparan.

Umat membutuhkan sosok institusi politik yang kredibel, aspiratif dan problem orientatif untuk keluar dari keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan dan ketertindasan. Gerakan islam generasi yang berjuang melalui Parpol sekarang gagal mengidentfikasi diri sebagai isntitusi politik yang pantas bagi umat, menjadi bait al jannah bagi umat untuk lebih maju dan baik lagi. Apalagi saat ini parpol berbasis islam belum punya identitas yang jelas, masih terombang ambing oleh angin politik yang sedang kencang saat ini.

Masa Depan : Behenti Berteriak, berubahlah?
Tampaknya hanya PKS yang mengalami kenaikan suara dibanding tigas saudara mereka yaitu, PAN-PKB- dan PPP yang mengalami trend penurunan dari pemilu 1999, 2004 dan 2009. PAN saat ini bersusah payah lepas dari bayang baying kemuhamadiyahan meski tak bisa dipungkiri pemilih PAN mayoritas adalah warga Muhamadiyah. PKB masih terbelit konflik dan mengubah streotipikal partai berbasis pemilih tradisional ini. Dan PPP yang memang sedang bertranspomasi politik yang lebih mapan dan segmentatif.
Pola perilaku clienan saat ini cenderung hilang, yang menjadi dasar adalah hubungan politik konsumen-produsen. Partai yang benar benar memperjuangkan kehendak rakyat akan dipilih, karena saat ini pesaing politik seperti Golkar Partai Demokrat memberi ruang bagi kebinekaragaman dengan isu isu nasionalis-religius. PDIP meski di anggap merah, mendirikan baitul muslimin dan hati hati pada isu isu nasionalisme dan keislaman.
Partai Islam harus mengubah strategi politiknya tampa harus meninggalkan khittah nya, yaitu partai berbasis dakwah. Kini pilihan politik ada pada bagaimana mengombinasikan keinginan (want) kebutuhan (nedd) dan harapan (expectation). Dengan memantapkan identitas sembari mengenjot kader partai untuk bertransformasi diri menjadi kader professional, berkemampuan dan berkpribadian islam (anti KKN).
Selian itu masih haris diperhatikan model atau pendakatan alternative yang adalam khasanah islam dikenal sebagai sufisme. Model ini lebih mementingkan dimensi esoteric (batin dan spiritual) dari pada model syariiah. Pendekatan model sufi yang batiniah dan subtantansial, mungkin bsia menjadi dasar bagi pengembangan hubungan social yang lebih menghargai kebergamaa rakyat apa adanya. Di berbagai Negara, hubungan politik terletak pada kesadaran politik yang hakiki dimana mental spiritual menjadi penyambung antara rakyat dengan amirul mukminin. Bagaimana pun juga Umat butuh sosok pemimpin seperti khalifah yang disatu sisi adil dilain pihak merangkul semua dalam ikatan keagamaan yang kuat.



Penulis :
Nurcahya Abdullah (Peneliti Indopol Institute)

Sinopsis "Negeri 5 Menara"

Author juniantama ade putra Category


Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermain bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau Maninjau.

Tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya: belajar di pondok.

Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses.

Dia terheran-heran mendengar komentator sepakbola berbahasa Arab, anak menggigau dalam bahasa Inggris, merinding mendengar ribuan orang melagukan Syair Abu Nawas dan terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara.

Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.

Bagaimana perjalanan mereka ke ujung dunia ini dimulai? Siapa horor nomor satu mereka? Apa pengalaman mendebarkan di tengah malam buta di sebelah sungai tempat jin buang anak? Bagaimana sampai ada yang kasak-kusuk menjadi mata-mata misterius? Siapa Princess of Madani yang mereka kejar-kejar? Kenapa mereka harus botak berkilat-kilat? Bagaimana sampai Icuk Sugiarto, Arnold Schwarzenegger, Ibnu Rusyd, bahkan Maradona sampai akhirnya ikut campur? Ikuti perjalanan hidup yang inspiratif ini langsung dari mata para pelakunya. Negeri Lima Menara adalah buku pertama dari sebuah trilogi.


Negeri Lima Menara adalah novel pertama A. Fuadi. Diterbitkan Gramedia pertengahan Agustus 2009. Novel ini bagian pertama dari trilogi.
http://negeri5menara.com/

Breaking Dawn (serial Lanjutan twilight)

Author juniantama ade putra Category


Truk tua Bella akhirnya benar-benar mati. Dan bergabung dengan keluarga Cullen yang lain, Bella mulai menikmati mobil-mobil mahal berkecepatan tinggi yang dijual terbatas di pasaran. Kehidupan mulai berputar cepat di sekelilingnya. Ayah dan ibunya menyetujui dengan mudah pertunangannya dengan Edward, tidak seperti bayangannya. Meski dengan bayang-bayang Jacob yang pergi untuk menyembuhkan luka hatinya, akhirnya hari pernikahan itu tiba juga. Edward berada di sisinya mengucapkan janji setia selama masa eksistensi mereka.

Bulan madu yang semula dirancang indah ternyata menjadi awal yang sangat buruk untuk hubungan mereka. Kekuatan vampir Edward yang luar biasa ternyata membuat tubuh manusia Bella yang ringkih terluka. Belum cukup hingga di situ Bellaharus dihadapkan dengan kenyataan bahwa dia ternyata hamil. Buah cintanya terhadap Edward tumbuh di perutnya sebagai seorang monster yang haus darah.

Penuh keberanian, melawan semua usul dan nasihat keluarga Cullen, Bella bertahan untuk tidak mau menggugurkan kandungannya meski dia harus bertaruh nyawa. Di saat kritis, kehadiran sahabat lama, Jacob, sangat menolongnya dan Edward untuk melalui hari-hari buruk mereka.

Setelah melalui penderitaan panjang akibat janin monster yang dikandungnya, Bella pun meregan nyawa di meja persalinan. Edward pun akhirnya mengambil keputusan yang selama ini adalah ide yang paling ditentangnya, yaitu merubah Bella menjadi vampir.

Hari-hari Bella sebagai seorang vampir pun dimulai, dengan buah hatinya, Renesmee, yang ternyata merupakan penjelmaan separuh manusia separuh vampir. Lalu masalah yang timbul adalah bagaimanakah Bella harus menjelaskan kepada ayahnya bahwa dia sekarang telah menjadi vampir, seperti halnya keluarga suaminya? Atau bagaimanakah dia harus menerangkan kalau sesungguhnya Jacob yang periang itu adalah manusia serigala? Dan bahwa ayahnya telah memiliki cucu yang separo manusia separo vampir dengan segala bakat anehnya?

http://id.shvoong.com/books/1839098-breaking-dawn/

danau ranau, sejuta keindahan dalam setiap tetesannya..

Author juniantama ade putra Category

Danau Ranau adalah danau terbesar kedua di Sumatera, danau ini tercipta dari gempa besar dan letusan vulkanik dari gunung berapi yang membuat cekungan besar. Terletak pada posisi 4�51′45″bujur selatan dan 103�55′50″bujur timur.

Secara geografis topografi danau ranau adalah perbukitan yang berlembah hal ini praktis menjadikan danau Ranau memiliki cuaca yang sejuk.

Danau ranau sendiri terdapat di dua Provinsi, yaitu provinsi Lampung (Lampung Barat) dan Provinsi Sumatera Selatan (OKU). Luas danau ranau adalah sekitar 8 x 16 km dengan latar beralakang gunung seminung.

Pada malam hari udara sejuk dan pada siang hari cerah suhu berkisar antara 20 derajat-26 derajat Celsius. Diatas perbukitan dan lembah sekitar danau terdapat perkebunan kopi, tembakau, cengkeh, kayu manis dan palawija.

Lokasi wisata yang dapat anda kunjungi adalah kawasan wisata Lombok Ranau, Kabupaten Lampung Barat.

Terdapat berbagai fasilitas di kawasan wisata Lombok Ranau saat ini, diantaranya adalah penginapan, tempat makan makanan tradisional dan fasilitas-fasilitas lain yang tentu sangat menyenangkan. Bagi anda yang menyukai suasana asri dan tenang, maka tidak salah jika anda memilih danau ranau sebagai tempat berlibur anda.

Semoga anda menikmati...

TES KEMAMPUAN LOGIKA

Author juniantama ade putra Category

Teka-teki ini tidak mengandung trik, hanya murni LOGIKA

ALBERT EINSTEIN menyusun teka-teki ini pada abad yang lalu. Dia menyatakan 98% penduduk dunia tidak mampu memecahkan teka-teki ini. Apakah anda termasuk yang 2%?

• Ada 5 buah rumah yang masing-masing memiliki warna yang berbeda.
• Setiap rumah dihuni oleh pria dengan kebangsaan yang berbeda-beda.
• Setiap penghuni menyukai satu jenis minuman tertentu, merokok satu merk rokok tertentu dan memelihara satu jenis hewan tertentu.

Tidak ada satu pun dari kelima orang tersebut yang minum minuman yang sama, merokok merk rokok yang sama dan memelihara hewan yang sama seperti penghuni yang lain.

PERTANYAANNYA : Siapakah yang memelihara IKAN?


PETUNJUK :
1. Orang Inggris tinggal di dalam rumah yang berwarna merah.
2. Orang Swedia memelihara anjing.
3. Orang Denmark senang minum teh.
4. Rumah berwarna hijau terletak tepat disebelah kiri rumah berwarna putih.
5. Orang yang merokok Pall Mall memelihara burung.
6. Penghuni rumah yang terletak direngah-tengah senang minum susu.
7. Penghuni rumah yang berwarna kuning merokok Dunhill.
8. Penghuni rumah berwarna hijau senang minum Kopi.
9. Orang Norwegia tinggal di rumah paling pertama.
10. Orang yang merokok Marlboro tinggal disebelah orang yang memelihara Kucing.
11. Orang yang memelihara Kuda tinggal disebelah orang yang merokok Dunhill.
12. Orang yang merokok Winfield senang minum Bir.
13. Disebelah rumah yang berwarna Biru tinggal orang Norwegia.
14. Orang Jerman merokok Rothmans.
15. Orang yang merokok Marlboro bertetangga dengan orang yang minum air putih.

* dikutip dari catatan Levi Tuzaidi

POLITIK + ISLAM = GOOD

Author juniantama ade putra Category

Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara).

Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan pelatihan gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus (siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yasûsu) rakyatnya saat mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula dalam perkataan orang Arab dikatakan : ‘Bagaimana mungkin rakyatnya terpelihara (masûsah) bila pemeliharanya ngengat (sûsah)’, artinya bagaimana mungkin kondisi rakyat akan baik bila pemimpinnya rusak seperti ngengat yang menghancurkan kayu. Dengan demikian, politik merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah), pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib).

Rasulullah SAW sendiri menggunakan kata politik (siyasah) dalam sabdanya : "Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah" (HR. Bukhari dan Muslim). Teranglah bahwa politik atau siyasah itu makna awalnya adalah mengurusi urusan masyarakat. Berkecimpung dalam politik berarti memperhatikan kondisi kaum muslimin dengan cara menghilangkan kezhaliman penguasa pada kaum muslimin dan melenyapkan kejahatan musuh kafir dari mereka. Untuk itu perlu mengetahui apa yang dilakukan penguasa dalam rangka mengurusi urusan kaum muslimin, mengingkari keburukannya, menasihati pemimpin yang mendurhakai rakyatnya, serta memeranginya pada saat terjadi kekufuran yang nyata (kufran bawahan) seperti ditegaskan dalam banyak hadits terkenal. Ini adalah perintah Allah SWT melalui Rasulullah SAW. Berkaitan dengan persoalan ini Nabi Muhammad SAW bersabda :

"Siapa saja yang bangun pagi dengan gapaiannya bukan Allah maka ia bukanlah (hamba) Allah, dan siapa saja yang bangun pagi namum tidak memperhatikan urusan kaum muslimin maka ia bukan dari golongan mereka." (HR. Al Hakim)
Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang jihad apa yang paling utama. Beliau menjawab : "Kalimat haq yang disampaikan pada penguasa" (HR. Ahmad).

Berarti secara ringkas Politik Islam memberikan pengurusan atas urusan seluruh umat Muslim.

Namun, realitas politik demikian menjadi pudar saat terjadi kebiasaan umum masyarakat dewasa ini baik perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari kebenaran Islam yang dilakukan oleh mereka yang beraqidahkan sekularisme, baik dari kalangan non muslim atau dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu daya, dan penyesatan yang dilakukan oleh para politisi maupun penguasa. Penyelewengan para politisi dari kebenaran Islam, kezhaliman mereka kepada masyarakat, sikap dan tindakan sembrono mereka dalam mengurusi masyarakat memalingkan makna lurus politik tadi. Bahkan, dengan pandangan seperti itu jadilah penguasa memusuhi rakyatnya bukan sebagai pemerintahan yang shalih dan berbuat baik. Hal ini memicu propaganda kaum sekularis bahwa politik itu harus dijauhkan dari agama (Islam). Sebab, orang yang paham akan agama itu takut kepada Allah SWT sehingga tidak cocok berkecimpung dalam politik yang merupakan dusta, kezhaliman, pengkhianatan, dan tipu daya. Cara pandang demikian, sayangnya, sadar atau tidak mempengaruhi sebagian kaum muslimin yang juga sebenarnya ikhlas dalam memperjuangkan Islam. Padahal propaganda tadi merupakan kebenaran yang digunakan untuk kebathilan (Samih ‘Athief Az Zain, As Siyasah wa As Siyasah Ad Dauliyyah, hal. 31-33). Jadi secara ringkas Islam tidak bisa dipisahkan dari politik.

Politik sendiri sebenarnya bermakna sangat luas, tidak saklek, tidak sempit. Dan pembahasan di atas saya sangat sepakat sekali, maka perlu ada pemahaman ulang kepada umat tentang makna politik itu sendiri sehingga masyarakat tidak pobi dengan kata politik. Dalam arti, masyarakat akan memiliki sense of politic yang lebih baik. Sebagai contoh ilustrasi saya gambarkan seperti ini

Saya hendak membeli 1 kotak es krim, tapi saya hanya punya uang 1000 rupiah, sedangkan harga es krim itu 10rb rupiah. Lantas saya berpikir bagaimana caranya dalam waktu 3 hari saya mendapatkan uang sebesar 9000 rupiah untuk beli es krim. Lalu saya mencari part time job dengan penghasilan 3000 per hari, sehingga dalam waktu 3 hari saya sudah bisa beli es krim.

Cara saya merekayasa bagaimana mendapatkan uang 9000 adalah politik.

* dikutip dari catatan Emi Refniyati

Ayah, Jadilah Sahabatku

Author juniantama ade putra Category

Renungan di Hari Jumat, semoga bermanfaat

Saya selalu senang mendengar cerita teman-teman saya tentang keluarga mereka. Ibu-ibu bercerita tentang anak-anak, tentang suami mereka, mertua atau tetanggga mereka. Tidak untuk menggosip atau membuka aib, tetapi untuk menyerap ilmu dan pengalaman berharga yang telah mereka alami tapi belum pernah saya rasakan.

Dari berbagai topik obrolan, yang paling menarik menurut saya adalah cerita keluarga dari sudut pandang seorang ayah.

Ada salah satu obrolan yang sangat berkesan buat saya, ketika seorang teman saya, sebut saja Pak Abi, ia bercerita tentang anak lelakinya yang sekarang sudah sekolah TK.

Suatu hari dia kewalahan menjawab pertanyaan anak sulungnya. Pasalnya, seorang pemuda tetangga mereka ditangkap oleh polisi dan penangkapan tersebut diiringi dengan tembakan peringatan. Medengar letusan senjata api Pak Abi berlari keluar untuk cari tahu tentang kejadian itu. Saat kembali ke rumah ia diserbu pertanyaan dari anaknya.

“Abi, tadi ada apa? Kok ada bunyi senapan?” tanya sang anak.

“Ada orang jahat ditangkap polisi,” jelas Pak Abi singkat.

“Siapa, Abi? Aku kenal nggak Bi?” kerjarnya penuh rasa ingin tahu.

“Orang belakang. Kamu nggak kenal.” ujar Pak Abi.

Tapi sang anak belum menyerah. “Namanya siapa sih, Bi? Biar aku tau.”

Kali ini dengan tegas Pak Abi menjawab, “Kamu nggak perlu tau!”

Dasar memang anak yang gigih, dengan cerdas ia kembali bertanya, “Memangnya Abi nggak suka kalau aku banyak tau?”

Dengan sabar Pak Abi melontarkan jawaban pamungkas. “Bukannya Abi nggak suka kamu banyak tahu, tapi nggak semua hal kamu harus tau.”

Cerita Pak Abi sampai disitu. Saya mendengar dengan serius dan sudah tidak sabar ingin bertanya.

“Pak, kenapa Bapak tidak kasi tau saja nama pemuda tersebut?” tanya saya. Saya benar-benar tidak mengerti, apa susahnya menjawab pertanyaan tersebut? Karena kalau saya berada di posisi Pak Abi, saya mungkin akan menyebutkan namanya dan ini menjadi alat yang saya gunakan untuk menakut-nakuti supaya dia tidak nakal.

“Kalau saya kasi tau, saya khawatir kejadian ini melekat dalam ingatannya. Ketika dia keluar rumah dan bermain dengan teman-temannya dia mungkin akan bercerita pada teman-temannya kalau Si X itu adalah orang Jahat.”

Saya mengangguk-angguk. Oh, begini rupanya cara mendidik anak, saya berkata dalam hati, mencoba mencerna semua penjelasan Pak Abi. Sesaat kemudian obrolan kami berganti topik. Giliran Pak Abi bertanya-tanya, mengapa anak-anak sekarang begitu berani bertanya, bahkan berani mendebat penjelasan orang tuanya.

“Padahal saya dulu waktu kecil pendiam. Nggak banyak ngomomong,” ujar Pak Abi.

Giliran saya yang memutar otak, “Mungkin karena dulu Bapak nggak ada kesempatan untuk banyak ngobrol dengan ortu kali, Pak?”

“Mungkin juga. Tapi saya rasa, karena sekarang saya memposisikan diri saya dengan anak saya adalah sebagai teman. Sementara dulu relasi saya dengan Bapak saya adalah relasi “Ayah-Anak”.

Saya mengangguk. Selama ini Pak Abi menurut saya adalah sosok ayah yang unik, dia membahasakan dirinya dan anaknya dengan sebutan “Aku dan Kamu”, bukan “Abi dan Kamu” atau “Ayah dan anak”. Awalnya saya merasa janggal, tapi saat itu saya melihat bahwa ini salah satu cara untuk meminimalkan kesenjangan dalam hubungan anak dan orang tua.

Tiba-tiba saya merasa iri. Saya membandingkan dengan diri saya, mengingat kembali bagaimana hubungan saya dengan Bapak. Tanpa mengurangi hormat dan bakti saya pada beliau, saya merasa “jarak” dengan Bapak terlanjur jauh. Jangankan menjadi “Teman”, menjadi “Ayah dan Anak” saja saya baru merasakannya setelah saya cukup dewasa. Jarang sekali komunikasi dua arah antara saya dengan Bapak. Meski sekarang saya berusaha mengambil hati beliau, dan beliau juga tampak seperti ingin memiliki kedekatan dengan saya namun itu tidak pernah bisa menebus puluhan tahun waktu yang terlewat. Mengingat ini membuat mata saya hangat dan bertelaga.

Bila kelak Allah ijinkan saya memiliki anak-anak, saya ingin anak-anak saya menjadikan Ayah dan Ibu mereka sebagai teman dan sahabat pertama mereka sebelum mereka menemukan teman di tempat bermain atau di sekolah. Ketika sahabat mereka datang dan pergi silih berganti, mereka selalu dapat menemukan sahabat sejati menunggu di rumah, siap mendengarkan segala curhat mereka kapan saja dan tentang apa saja.

Saya kurang tahu, apakah menjadi ayah dari seorang anak perempuan lebih mudah daripada menjadi Ayah dari seorang anak laki-laki. Tapi apapun amanah yang Allah percayakan, semoga hanya saya anak Laki laki terakhir di dunia ini yang pernah merasakan “berjarak” dengan ayahnya sendiri, dan tidak ada lagi ayah di dunia ini yang menyesal di hari tuanya karena hanya sedikit atau bahkan tidak mengenal putra-putri mereka.

Salam hormat buat Ayahanda tercinta, serta seluruh lelaki yang telah menjadi ayah. Kami, anak-anakmu, tidak hanya membutuhkan materi, tapi kami butuh pelukan, usapan di kepala atau sekedar sedikit waktu untuk menyawab pertanyaan kehidupan yang semakin pelik.

Innalillahi….? “HMI Telah Mati” (refleksi dalam milad HMI ke-63th)

Author juniantama ade putra Category


(Sebuah Refleksitas atas Gerakan HMI di Indonesia berwajah Lain dalam Quo Vadis HMI ke-63 Tahun) Tanggal 5 Februari 2010 rentang usiah yang cukup matang bagi sebuah organisasi mahasiswa ekstrauniversiter yang tertua di Indonesia yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang mencapai usia 63 tahun, usia matang sebuah organisasi mahasiswa. Sejak berdiri 1947, HMI melewati lima zaman yang watak dan tantangannya berbeda dan terkristal dalam citra, budaya, network, dan sistem HMI seperti sekarang ini. Walaupun melewati berbagai zaman itu, normal atau kritis, cita-cita HMI ternyata tetap seperti ketika lahir, yaitu: (1) mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dan NKRI, dan (2) menegakkan syiar Islam sebagai rahmatan lil alamin. Dengan cita-cita itu, Panglima Besar Jenderal Sudirman pernah menyatakan HMI, bukan saja berarti Himpunan Mahasiswa Islam, tetapi juga, HMI (Harapan Masyarakat Indonesia). Namun apakah HMI mampu bertahan mepertahankan idealisme sebagai kader bangsa dan keder ummat atas panggung perjuangan ummat dan bangsa, seperti yang dicita-citakan yang memang layak untuk dikenang. Peran dan kepeloporan yang pernah dimainkan HMI dan para alumninya di masa lalu dapat dijadikan hikmah yang tersimpan bagi bekal perjalanan di masa mendatang.
Ketika didirikan 05 Februari 1947 lalu, HMI berdiri di bawah semangat keislaman dan keindonesiaan secara bersamaan dan sinergis, bukan dikhotomik. Dua semangat itu dikawinkan, diharmonisasi dan diracik dalam bentuk cita-cita dan tujuan HMI. Agar HMI tidak mati suri dalam hantaman ombak pragmatisme yang bergelombang, pertannyaan kemudian adalah sudahkah kader-kader HMI melanjutkan perjuangan yang di cita-citakan itu???; seberapa banyak mahasiswa islam yang mengikuti LK-1 (Latihan Kader) HMI di berbagai kampus-kampus pada kekinian, seberapa banyak kader-kader yang nongkrong di warung kopi untuk berpikir dalam sebuah realitas, berapa orang kader HMI yang suka diskusi, berapa orang kader HMI yang suka menulis, sudahkah anda merebut perubahan, sudahkan anda menorehkan idemu di media, sudahkah anda berkarya, sudahkah anda melakukan tindakan yang cuanter terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat kecil local maupun nasional, sudahkah anda berjuang untuk kaum mutadh’afin, sudahkah anda diakui punya prestasi di kampus, sudahkah HMI mencetak kader-kader sarjana yang predikat cum law, sudahkah kader HMI yang tugas akhir (Skripsinya) di perdebatkan oleh para akademisi maupun intelektual, sudahkah pemikiran anda di pergolakan dengan sintesis lain, dan sejauhmana eksistensi dan idealisme anda di petaruhkan demi kebenaran dan keadilan yang konon anda suda belajar di lingkungan HMI hari ini. Jangan-jangan anda salah masuk dalam organissi? Ingat HMI adalah salah satu organisasi onderbounw kepemudaan dan kemahasiswaan yang bertujuan : “ Terbinanya insane akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi oleh Allah SWT” (Konstitusi PB.HMI).
Memang secara statistic dan kuantitas tidak begitu penting, dalam ukuran perkaderan tetapi kita perlu melakukan sebuah indicator-indikator untuk mengetahui sejauh mana aktivis HMI yang masih berada pada ruang-ruang intelektual, independen dan perjuangan seperti yang di cita-citakan sebelumnya. Melihat perjalanan HMI dengan 8 faktor latar belakang berdirinya HMI, Tujuan HMI yang pertama sampai kongres di Palembang masih tetap kokoh, tujuh butir pemikiran awal HMI yaitu (Aspek poltik, pendidiakan, budaya, ekonomi, hokum, da’wah islam, dan keharusan pembahuruan islam) (Lihat Agus Sitompul; “Pemikiran HMI dan Relefansisnya dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia”. 1997.hlm:58), Tafsir Tujuan, AD/ART HMI, NDP (Nilai-nilai Dasar Perjuangan), Indenpendensi HMI yang selalu menyertai karakter, nilai dan potensi yang sangat menjiwai perjalanan HMI sebagai organisasi mahasiswa islam, sehingga kader HMI mampu membiasakan nuansa-nuansa intelektual dan selalu actual, maka jati diri dan karakter HMI inilah yang membedakan dengan organisasi lain.
HMI dulu telah mampu mencetak kader-kader bangsa yang militant dan dapat memberikan konstribusi besar terhadap ummat dan bangsa Indonesia. Dimana eksistensi dan keberadaan kader-kader HMI tidak lagi di ragukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta di tengah-tengah dunia perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan, hal ini perlu menjadi kajian kritis bahwa HMI kini telah mengalami ombak hantaman pragmatisme, sehingga banyak tudingan yang mengatakan HMI tidak lagi mampu mengembangkan peran yang luas dan terbuka seiring dengan perkembangan dinamika kampus, berbangsa, dan bernegara.
Eksistensinya HMI hari ini sangat dipertanyakan kembali dan dinilai tidak lebih sebagai organisasi pinggiran yang bergerak dengan cara kekuasaan ansi. HMI seolah gagal menciptakan kader pemimpin yang hanya untuk dapat lolos dari jebakan birokrasi dan kekuasaan melalui kepemimipinan Orde Baru hingga kini. Relitas ini cukup meresahkan, khususnya bagi mereka yang pernah berkiprah dan memiliki romantisme dengan organisasi ekstrauniversiter terbesar itu, masa kejayaan HMI yang mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, tampaknya akan sulit terulang kembali. Bukan saja karena kekuatan HMI yang semakin surut, melainkan juga karena ia tidak lagi menjadi organisasi prestisius yang berprestasi.
HMI kini secara bertahap menjadi sesuatu yang asing, bahkan dikalangan mahasiswa Islam sekalipun. Banyak mahasiswa yang sekarang ini menjadi aktivis Masjid kampus atau kelompok studi agama enggan bergabung dengan HMI, meskipun mereka memiliki tujuan perjuangan yang sama. Walaupun HMI pernah menjadi besar dan banyak alumninya menjadi “orang besar” dalam pemerintahan, namun latar belakang historis dan segala contoh yang baik dan buruk dari para pendahulunya tampak kurang menjadi pendorong bagi anggota HMI sekarang untuk memacu prestasinya. Hal ini memunculkan penilaian yang agak kritis bahwa kader HMI lebih pintar berdebat, sementara dalam karya nyata “nol besar.”
Kalau dahulu banyak gagasan intelektual yang muncul dari para kadernya mewarnai pemikiran pembaruan Islam di Indonesia, yang mencapai puncaknya pada era 1970-an ketika Nurcholis Madjid tokoh muda yang sangat menonjol ketika itu melontarkan gagasan tentang medernisasi dan sekularisasi pemikiran Islam, yang kemudian terkenal dengan kredo “Islam Yes, Partai Islam No.” Maka, boleh dikatakan bahwa HMI kini hanya memunculkan segelintir sosok yang perannya hanya sebagai subordinar, bukan tokoh sentral penentu. Tantangan zaman yang menjadikecenderungan perkembangan global sekarang ini menuntut HMI sebagai organisasi kemahasiswaan untuk dapat membaca dan memantau kearah mana kecenderungan itu berkembang. Dengan demikian, dapat secara tepat merumuskan antisipasi terhadap kecenderungan global tersebut, baik perkembangan makrostruktur politik maupun melalui microstruktur programnya. Barangkali yang juga menjadi penting adalah bagaimana mempersiapkan organisasi HMI untuk selalu berfikir analitis, prediktif, dan visioner agar dapat berkiprah sesuai dinamika kekinian dan tantangan masa mendatang.
Akhirnya dalam konteks ini, HMI sekarang harus berupaya keras merebut kembali tradisi intelektual yang pernah dimilikinya pada era 1960-an hingga awal 1970-an. Prinsip kembali ke kampus (back to campus) harus dipupuk melalui berbagai format aktivitas kemahasiswaan. Dalam hal ini orientasi kualitas harus dikedepankan daripada orientasi kuantitas. Keberhasilan dalam perumusan kembali atau reorientasi tujuan jangka panjang organisasi HMI dapat terwujud jika HMI memiliki kemampuan dalam memahami, menguasai, dan mengarahkan potensi kekuatan yang selama ini pernah dimiliki HMI, yakni konsistens, integralitas, wawasan keislaman, kebangsaan, tradisi intelektual, dan independensinya. Untuk mencapai tujuan besar yang dicita-citaklan organisasi HMI, barang kali perlu dikaji kembali lebih jauh kemungkinan HMI dapat memosisikan dirinya sebagai lembaga pendidikan nonformal, tempat menempa anggotanya menjadi insan akademis yang berkualitas di tengah-tengah umat dan bangsanya.
Wallahu a’ lam bishshawab..

Dengan Ridho Allah Yakin Usaha Sampai

Terpendam Rasa

Author juniantama ade putra Category


Matanya Bulan, tajam menatapku.
Tak ada keraguan di balik matanya. Sangat Meyakinkan.
Sesaat, Ia tampak tersenyum kearah ku, tapi kemudian ia dengan lugas menghapusnya dan kemudian kembali Mencakar ingatanku dengan lekat dan bulat – bulat.

“ Aku Kangen kamu ..”
Ucapnya lirih …
Aku terdiam.
Terdiam dalam kata yang terbungkam jiwa tak berarah.
“Tapi tak berapa lama lagi kamu ada di sini.”.. Bisik hatiku tanpa berucap.
Ia masih menatap.
Matanya pun masih bak Bulan.
Teduh merendahkan dalam buaiannya.

“ Mendekatlah” . bisikku mengharap.
“ ayo ..!!!!..” ajak ku yang kini mulai memaksa. Bahkan aku mulai meraung keganasan akibat deraian aura cinta yang ia semburkan dengan kencang.
“ Aku merindukanmu..” kini aku yang berucap.
“ Tapi aku lelah….” Desahnya di telinga ku.
“Kamu fakir, hanya diri mu saja yang mengagumi aku ? ..” ucapnya berlalu …

MY SHOUTMIX
ShoutMix chat widget
Theme by New wp themes | Bloggerized by Dhampire